Segala puji bagi Allah yang menciptakan kegelapan dan cahaya. Segala puji bagi Allah yang mencurahkan hidayah dan taufik-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Segala puji bagi Allah yang telah membagikan amal sebagaimana membagikan rezeki.
Adalah sebuah keniscayaan bagi setiap insan untuk mencari jalan yang benar dalam meraih bahagia. Semua orang ingin bahagia, tentu saja. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika manusia menerjemahkan bahagia tidak pada tempatnya dan mencari bahagia bukan dari sumbernya. Ya, karena banyak orang yang terjungkal dalam lembah nista dengan dalih ingin mengejar bahagia. Begitu pula banyak orang yang meringkuk dalam penjara gara-gara mencari bahagia dengan cara menzalimi manusia dan menebar kerusakan di muka bumi.
Islam sebagai ajaran yang sempurna tidak menyisakan satu pun ruang bagi kebahagiaan melainkan al-Qur’an dan as-Sunnah telah menjelaskan cara dan langkah yang benar untuk menemukannya. Begitu banyak kaidah dan pedoman bagi kaum beriman dan serius untuk memperoleh kebahagiaan. Diantara ayat yang paling jelas dalam hal ini adalah firman Allah (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21)
Di dalam ayat yang agung ini, Allah menjelaskan kepada kita tujuan dan cara untuk meraih bahagia. Tujuan yang harus dikejar oleh orang yang mendambakan kebahagiaan itu adalah takwa; sebab tidak diragukan bahwasanya surga Allah siapkan bagi orang yang bertakwa. Sebagaimana orang yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling bertakwa. Allah tidak menilai pada rupa dan harta, akan tetapi yang Allah nilai adalah hati dan amal perbuatan kita. Betapa banyak orang yang berlimpah harta dan tinggi jabatannya tetapi hina dan rendah di hadapan Allah; karena Allah tidak berikan taufik kepadanya untuk beriman dan bertakwa. Hal itu tidak lain karena penyimpangan dan kesesatan yang mereka pelihara di dalam lubuk hatinya.
Adapun cara untuk memetik bahagia itu adalah dengan mewujudkan nilai-nilai penghambaan dan tauhid kepada Allah semata. Beribadah kepada-Nya dan meninggalkan segala bentuk kemusyrikan dan kekafiran. Sebab hakikat ibadah adalah yang ditegakkan di atas tauhid dan iman. Ibadah yang bercampur syirik tidak akan diterima, bahkan sia-sia.
Begitu pula ibadah yang tidak berlandaskan iman maka tertolak di hadapan Rabbnya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka kerjakan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23). Allah juga berfirman (yang artinya), “Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)
Ini adalah kaidah dan pedoman yang sangat jelas dan gamblang. Mendapatkan bahagia harus ada caranya. Dan caranya itu adalah dengan beribadah kepada Allah semata dan menjauhi thaghut. Karena itu setiap rasul yang Allah utus bersepakat untuk menyerukan ajakan untuk meraup bahagia ini dengan kalimat nan indah (yang artinya), “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (an-Nahl : 36).
Oleh sebab itu betapa malang nasib para pengejar bahagia yang salah menempuh jalan; yang mencari bahagia di ‘comberan’ [dosa] dan memperbudak diri kepada hawa nafsu dan setan. Mereka yang mengejar bahagia dengan syirik dan kekafiran kepada Rabbnya. Betapa malang dan betapa menyedihkan keadaan mereka… Hidup ini terlalu berarti bagi anda jika harus anda pertaruhkan di atas lapak kenistaan [syirik dan kekafiran]. Hidup ini terlalu berharga jika agama [Islam] harus anda jual dan anda ‘dengan santainya’ dan pede menceburkan diri ke jurang neraka…